Temui Sri Mulyani, Eks Menag Era Jokowi Minta PPN 12 Persen Batal

Posted on


Jakarta, SiberNusa

Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mendesak pemerintah agar tak membebani masyarakat kelas menengah ke bawah dengan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025.

Pengurus GNB Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan kritik itu kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan yang berlangsung pada Jumat (27/12) malam.

Dalam pertemuan tersebut, dia menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menekan daya beli masyarakat kelas menengah, terutama mereka yang rentan terdampak situasi ekonomi pasca-pandemi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kelas menengah saat ini sudah sangat terbebani. Ada PHK, pemotongan penghasilan, dan kenaikan harga kebutuhan pokok. Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya akan memperparah kondisi mereka,” ujar Lukman dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang digelar secara daring, Sabtu (28/12).

Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat, tetapi juga memengaruhi sektor konsumsi yang menjadi penopang utama perekonomian nasional.

Sri mulyani evaluasi

Selain kenaikan PPN, Mantan Menteri Agama itu juga menyoroti rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pemberlakuan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan kebijakan lain yang berpotensi meningkatkan beban masyarakat.

Lukman menyampaikan harapan agar Sri Mulyani dapat mengevaluasi kebijakan fiskal yang telah dibuat. Ia mengajak pemerintah untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan, khususnya yang berkaitan langsung dengan daya beli masyarakat.

“Pemerintah harus menyusun kebijakan yang berpihak kepada kelas menengah dan bawah. Selain adil, ini juga demi menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang,” kata Lukman.

Diketahui, Pemerintahan Presiden Prabowo memastikan tarif PPN naik jadi 12 persen mulai 1 Januari mendatang.

Kenaikan PPN 12 persen dilakukan sebagai buah dari pengesahan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada masa pemerintahan Jokowi.

(tst/asa)

[Gambas:Video CNN]