RUU KKS dan Defisit SDM Keamanan Siber

Posted on

FORUM Ekonomi Dunia (WEF) menerbitkan laporan berjudul “Global Cybersecurity Outlook 2025 Insight Report January 2025”. Laporan setebal 49 halaman itu menyoroti kompleksitas yang semakin meningkat di dunia siber.

Dalam laporannya, WEF menekankan bahwa kondisi ketidaksetaraan membuat organisasi dengan sumber daya terbatas, semakin rentan terhadap ancaman siber.

Ketimpangan sumber daya di dunia siber menciptakan ancaman besar bagi organisasi kecil yang tidak memiliki kapasitas memadai untuk menghadapi serangan siber.

Regulasi yang mendukung subsidi keamanan siber bagi organisasi kecil menjadi langkah strategis untuk mempersempit kesenjangan dan meningkatkan ketahanan secara kolektif.

Kekurangan SDM Siber

Kondisi keamanan dan ketahanan siber diperburuk dengan kekurangan tenaga kerja di bidang keamanan siber yang terus meningkat. Banyak perusahaan kesulitan untuk mengisi posisi yang kosong di bidang ini.

Dalam rilis sebelumnya berjudul “Bridging the Cyber Skills Gap” World Economic Forum, menyatakan terdapat kekurangan hampir 4 juta profesional siber secara global.

Baca juga: AI Agentik: Manfaat dan Potensi Ancaman Siber

Diperlukan upaya untuk méndorong individu memasuki dan berkembang sebagai SDM talenta keamanan siber.

Dilansir Forbes “Nearly 4 Million Cybersecurity Jobs Are Vacant: Here’s Why You Should Consider Breaking Into This Sector” yang ditulis Jack Kelly (16/08/2024), defisit hampir 4 juta pekerja keamanan siber di seluruh dunia, menimbulkan ketimpangan dan memperlebar jarak SiberNusa organisasi yang mampu bertahan dan yang rentan dari ancaman siber.

Survei Prospek Keamanan Siber Global 2024 WEF menunjukkan, 90 persen eksekutif menganggap perlu adanya langkah segera untuk menangani kesenjangan ini, terutama karena teknologi baru seperti AI generatif memperburuk risiko yang sudah ada.

Salah satu tantangan utama dalam menarik tenaga kerja keamanan siber adalah kurangnya jalur karier yang jelas, tingginya biaya sertifikasi, dan program pelatihan yang ketinggalan zaman.

Padahal, keamanan siber menawarkan prospek menjanjikan dengan pertumbuhan pekerjaan diperkirakan mencapai 32 persen dari 2022 hingga 2032. Hal ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan pekerjaan sektor lain.

Peran-peran seperti analis keamanan informasi, insinyur keamanan aplikasi, dan penguji penetrasi menawarkan gaji menarik, mencerminkan tingginya permintaan dan pentingnya profesi ini.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, berbagai inisiatif mulai dijalankan, termasuk program pelatihan gratis dari lembaga nirlaba dan hibah pendidikan dari perusahaan teknologi.

Diperlukan komitmen investasi untuk mendukung diversifikasi tenaga kerja keamanan siber dan menyediakan jalur sertifikasi secara lebih luas.

Baca juga: Pelanggaran ChatGPT dan Denda Otoritas Privasi Italia

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi perlu mendorong perguruan tinggi di negeri ini meningkatkan penyelenggaraan pelatihan bersertifikat yang terbuka secara luas, untuk menciptakan SDM keamanan siber.