Solo, SiberNusa —
Arif Sahudi selaku kuasa hukum mahasiswa dari Solo, Almas Tsaqibbirru Re A, merespons positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di UU Pemilu inkonstisuonal.
Uji materi atas pasal 222 UU Pemilu itu dilayangkan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta yang menggugat pasal presidential threshold mengaku mendapat ‘celah’ kedudukan hukum pemohon atau legal standing dari putusan yang diajukan Almas dan memuluskan anak Presiden ketujuh RI Jokowi, Gibran Rakabuming Raka ke Pilpres 2024.
Merespons hal tersebut, Arif mengatakan MK memang sudah seharusnya mengakui legal standing atau kedudukan hukum keempat mahasiswa UIN Suka Yogyakarta tersebut.
“Baguslah. Kan itu terkait bagaimana pengakuan legal standing mahasiswa dapat menjadi pemohon. Sama seperti perkara 90,” kata Arif kepada CNNIndonesia.com melalui telepon, Jumat (3/1).
‘Putusan 90’ yang dikatakan Arif itu adalah gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas soal batas usia capres-cawapres.
MK yang kala itu diketuai adik ipar Jokowi, Anwar Usman, mengabulkan sebagian permohonan Almas dalam uji UU Pemilu menjadi capres/cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Putusan tersebut membuka jalan bagi Gibran untuk berkompetisi di Pilpres 2024 yang saat itu baru berumur 36 tahun dan masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Menurut Arif, masyarakat memiliki legal standing yang sangat kuat untuk menggugat regulasi tentang Pemilu ke MK.
“Karena pemilih memiliki peran sebagai penentu utama,” kata dia yang mendampingi Almas saat permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 di MK.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubuni Almas via telepon maupun apilkasi pesan untuk meminta responsnya. Namun, hingga berita ini ditulis yang bersangkutan belum merespons.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (1/2). Uji materi tersebut dilayangkan empat mahasiswa UIN Suka Yogyakarta ke MK atas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
Salah satu penggugat, Enika Maya Oktavia mengatakan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas soal batas usia capres-cawapres menjadi salah satu argumennya dalam judicial review.
Enika melanjutkan, sebelumnya uji materi Pasal 222 UU 7/2017 selalu kandas karena pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas adalah partai politik (parpol) atau gabungan partai politik peserta Pemilu. Atau bukan perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk memilih.
Enika dan rekan-rekannya melihat MK ‘melunak’ soal kedudukan hukum atau legal standing pemohon dalam uji materi pasca putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang perkaranya diajukan Almas.
“(Sebelumnya) ketika pemilih seperti kita ingin mengajukan judicial review undang-undang pemilu itu tidak bisa. Kita tidak punya legal standing ke MK. Tapi, kemudian muncul Putusan 90, putusan Almas yang menyatakan bahwa pemilih itu juga bisa punya legal standing,” jelas Enika dalam pernyataan kepada pers di kampusnya, Yogyakarta.
(syd/kid)
[Gambas:Video CNN]