Kisah 4 Bocah Tanpa Ibu Hidup di Gunung dan Uluran Tangan Pak Polisi

Posted on


Yogyakarta, SiberNusa

Ipda Nur Ali Suwandi, anggota Kepolisan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergiring rasa penasaran melihat empat bocah cilik berjalan kaki di kawasan pegunungan kala ia menyambangi wilayah Kedokploso, Pengkol, Nglipar, Gunungkidul, pada suatu siang.

Batinnya bertanya-tanya, lantaran keempat bocah itu berpenampilan lusuh compang-camping bak tak terasuh. Anggota Direktorat Lalu Lintas Polda DIY tersebut menghentikan sejenak kegiatan bakti sosial yang saat itu sedang dilakukannya saat itu.

Bon Ali, sapaan akrab Ipda Nur Ali Suwandi, kemudian mencari tahu ke warga setempat soal siapa dan di mana empat anak berpenampilan lusuh itu tinggal. Menurutnya anak-anak itu tinggal di atas gunung, dan ia pun menyusul mereka. Dia mengatakan jalur yang dilewati terjal, hingga sulit dilewati kendaraan roda dua.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tapi, anak empat itu lincah-lincah naik-turun gunungnya,” kata Bon Ali saat dihubungi, Senin (30/12).

Di atas gunung itu, Bon Ali mengatakan ada dua rumah yang salah satunya adalah kediaman empat anak tadi.

Dia menggambarkan suasananya sangat sepi, karena memang pemukiman warga lain ada di bawah. Bon Ali lantas berkenalan dengan empat bocah yang ternyata merupakan kakak beradik. Berdasarkan cerita dari warga setempat, Bon Ali mengatakan bocah-bocah tersebut  sudah lima tahun terakhir tinggal tanpa ibu kandungnya.

Anak paling besar usia kelas V Sekolah Dasar (SD), sementara dua adiknya masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), dan si bungsu baru beberapa bulan lulus dari usia balita.

“Mereka ditinggal pergi tanpa pamit sama ibu kandungnya, kalau bapaknya kerja tapi serabutan. Terus terang ekonominya kurang, malah kadang belum tentu ada kerjaan,” tutur Bon Ali.

Bon Ali mengatakan momen awal pertemuan dengan empat bocah awal tahun 2024 lalu masih Bon Ali ingat jelas. Dia mengenang, kala itu keempatnya bukan cuma lusuh, tapi secara fisik memprihatinkan dan menunjukkan tanda-tanda kebutuhan gizi kurang tercukupi.

Benar saja, kata Bon Ali, buat sekadar makan sehari-hari keempat bocah seringkali harus mengandalkan kebaikan hati para tetangga. Juga ‘simbah’ mereka di pemukiman bawah gunung. Sang ayah padahal kerja siang malam sampai tiada waktu mengurus buah hati, tapi tetap saja penghasilannya kurang.

“Wah kasihan sekali (kondisi fisiknya). Dulu enggak kopen (terurus), juga dapat info jarang mandi. Saya pas ke sana mendekati anak ini, maaf, bajunya aromanya pesing, mungkin ngompol nggak dibersihin. Tidak terawat sama sekali kalau di rumah, mau makan, sekolah, mandi, kocar-kacir lah,” ucapnya.

Sampai akhirnya Bon Ali atas masukan warga, menawarkan kepada sang ayah untuk membawa empat bocah dan mengasuhnya di Yayasan Yatim Piatu Rumah Singgah Bumi Damai yang ia kelola di Kotagede, Kota Yogyakarta.

Bon Ali dan yayasannya selama ini dikenal kerap menampung anak yatim dan fakir miskin yang kurang beruntung hidupnya. Rumah yayasan itu ia dirikan 2008 silam ketika mulai berdinas di Polda DIY.

Baik sang ayah dan putra-putrinya tak menolak. Bon Ali pun segera membawa empat anak itu untuk diasuh dengan penuh kasih sayang ala yayasannya.

Perlahan, kehidupan kakak-beradik mulai berubah. Dari gizi yang tercukupi, hingga si sulung yang banyak belajar mengurus diri serta adik-adiknya.

“Mereka senang sekali, karena perbedaan asuhan orangtuanya dengan yayasan kami. Tentunya, dari segi tempat tinggal, keseharian untuk yang dimakan, perhatiannya ada, banyak teman-teman. Liburan sekolah ini kita tawarkan pulang, buat tetap bonding sama keluarga, itu enggak mau dia. Merasa tenteram di sini,” ujar pria 45 tahun lulusan Ponpes Tambakberas, Jombang Jatim ini.

Mbakyunya (si sulung perempuan) sudah kita didik di sini, kamu dengan adik-adik harus begini, merawatnya,” tambahnya.

Meski mulanya angin-anginan pulang, kata dia, tapi nyatanya empat anak itu masih sayang dengan ayah mereka.

Hampir setahun dididik di yayasan, kakak-beradik itu sudah tiga kali pulang kampung, termasuk terakhir musim liburan akhir tahun ini. Ikatan batin ayah-anak terbangun, sekalipun tanpa kehadiran sosok ibu.

Dari awal Bon Ali mengenal keempat anak ini, memori ibu di benak mereka sebenarnya juga cuma tipis-tipis. Empat bersaudara ini selalu memilih bersama sang ayah saat ditanya apakah ingin menemui sosok ibu mereka.

Hanya memang sosok ayah, kata Bon Ali, sedikit terlihat melankolis ketika disinggung sosok belahan hatinya yang pergi lima tahun lalu. “Tapi ya kita slamurke (mengalihkan pembicaraan), kita bikin guyonan lagi,” sambungnya.

Bon Ali pun berencana menjemput kembali empat anak itu pada 1 Januari 2025 mendatang. Sepanjang musim liburan, ia sesekali menengok sambil membawakan jajanan.

“Ya waktu saya cek, senang, bahagia, di rumah enggak ke mana-mana. Saya lihat ada kemajuan, dulu cuma pakai celana dan kaos rombeng, enggak layak, sekarang mandiri pakai jilbab. Kemarin saya pulang (nengok ke Nglipar), enggak saya kasih tahu, wajahnya adik-adiknya sudah bersih-bersih,” tutup Bon Ali.

(kum/kid)

[Gambas:Video CNN]