Jakarta, SiberNusa —
Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) menyatakan satu eks pimpinan dan tiga mantan staf Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melakukan pelanggaran disiplin berat dalam perkara vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur.
Jubir MA Yanto merinci eks pimpinan PN Surabaya berinisial R dijatuhi hukuman non-palu selama dua tahun imbas pelanggaran disiplin berat di kasus ini.
“Saudara R yang dahulu Pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya melakukan pelanggaran disiplin berat terhadap yang bersangkutan dan dijatuhi hukuman non-palu selama 2 tahun,” kata Yanto di Gedung MA, Jakarta, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya diatur hakim non palu merupakan hakim yang sedang menjalani sanksi tidak diperkenankan memeriksa dan mengadili perkara dalam tenggang waktu tertentu.
Dalam aturan yang sama, salah satu bentuk-bentuk sanksi berat yang dapat dijatuhkan ke hakim yakni hakim non palu lebih dari enam bulan.
Sementara tunjangan jabatan hakim dan tunjangan jabatan struktural/fungsional, tidak dibayarkan selama yang bersangkutan menjalani hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain R, Jubir MA mengatakan tiga mantan staf PN Surabaya berinisial RA, Y dan UA masing-masing dianggap melakukan pelanggaran berat dalam kasus ini. Mereka telah dijatuhi hukuman pembebasan dari jabatan sebagai pelaksana selama 12 bulan.
Kemudian, Yanto mengatakan eks pimpinan PN Surabaya lainnya yang berinisial D hanya dijatuhi sanksi ringan lantaran melakukan pelanggaran disiplin ringan di kasus ini.
“Oleh karenanya terhadap yang bersangkutan (D) dijatuhi sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis,” kata dia.
Sebelumnya, tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung telah menangkap tiga majelis hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo pada 23 Oktober 2024 lalu.
Tiga hakim ini diduga telah menerima suap atau gratifikasi untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur.
Kasus Ronald Tannur yang merupakan anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur ini bermula dari kasus penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afriyanti.
Ronald Tannur awalnya dituntut jaksa dengan pidana 12 tahun penjara serta membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, majelis hakim PN Surabaya malah memutus Ronald Tannur tak bersalah. Mereka menilai kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.
Belakangan, vonis bebas Ronald Tannur dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, ia kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara.
(rzr/wis)
[Gambas:Video CNN]