Irma NasDem Respons MK Hapus Presidential Threshold: Ini Bahaya

Posted on


Jakarta, SiberNusa

Ketua DPP NasDem Irma Suryani Chaniago menganggap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional sebagai tindakan berbahaya lantaran MK bukan sebagai pembuat UU.

“Keputusan MK final dan mengikat ini sesungguhnya juga berbahaya, karena pada dasarnya MK adalah lembaga penguji UU, bukan pembuat UU,” kata Irma kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

Irma mengatakan keputusan menghapus presidential threshold oleh MK hanya berdasarkan gugatan beberapa orang saja harus diperbaiki kedepannya. Sebab, ia mengatakan kondisi ini tak mencerminkan partisipasi publik yang memadai.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Irma mengatakan keputusan parpol untuk mengusung kadernya sendiri di Pilpres imbas putusan ini pasti akan menjadi perimbangan.

“Semua terpulang pada partai-partai politik, karena biaya pilpres itu sangat mahal, maka keputusan mengusung sendiri kadernya pasti akan menjadi pertimbangan tiap parpol,” kata dia.

Terpisah, Sekjen NasDem Hermawi Taslim menilai presidential threshold sebetulnya diperlukan sebagai aturan permainan sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin kredibel.

“Threshold ini merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah dan berlaku universal. baik dalam pemilihan ketua organisasi maupun pemilihan di lingkungan pemerintahan bahkan di level yang paling rendah,” kata Hermawi dalam keterangannya.

Hermawi menganggap putusan MK ini kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang akan membawa kerumitan dan kesulitan dalam praktiknya nanti.

“Kalau dengan alasan kesadaran politik rakyat semakin tinggi dan atau tingkat pendidikan semakin tinggi, yang relevan adalah meninjau presentasi presidential threshold, bukan menghapus sama sekali,” kata dia.

Sebelumnya MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (1/2).

MK memutuskan syarat ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan parpol memiliki 20 persen kursi DPR atau perolehan 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu inkonstitusional.

Dalam amar putusan MK menyatakan norma Pasal 222 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK sekaligus memerintahkan agar putusan mereka dimuat dalam berita negara sebagaimana mestinya.

(rzr/wis)


[Gambas:Video CNN]