NasDem Sebut PDIP Inkonsisten soal PPN 12%: UU HPP Kesepakatan Bersama

Posted on


Jakarta, SiberNusa

Partai NasDem angkat bicara menanggapi penolakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025. NasDem menyebut sikap PDIP ini inkonsisten dan bertentangan dengan kesepakatan sebelumnya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi NasDem, Fauzi Amro menyebut bahwa penolakan PDIP terhadap kebijakan ini bertentangan dengan keputusan yang telah diambil sebelumnya. Kebijakan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR RI periode 2019-204, termasuk Fraksi PDIP selaku partai penguasa.

“Undang-Undang HPP adalah hasil kesepakatan bersama yang disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Bahkan, dalam pembahasannya, Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit,” ungkap Fauzi di Jakarta (23/12/2024) ketika merespon penolakan PDIP terhadap kebijakan Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fauzi menegaskan bahwa langkah penolakan PDIP terhadap PPN 12% ini mencerminkan sikap yang tidak konsisten. Artinya, langkah itu mengkhianati usulan PDIP sendiri yang kemudian disepakati bersama Pemerintah dan DPR lewat UU HPP.

“Berarti mereka mengkhianati atau mengingkari kesepakatan yang dibuat bersama SiberNusa Pemerintah dan DPR RI, termasuk Fraksi PDIP yang sebelumnya menyetujui kebijakan ini. Sikap ini seperti ‘lempar batu sembunyi tangan’ dan berpotensi mempolitisasi isu untuk meraih simpati publik,” jelasnya.

Menurut Ketua DPP Partai NasDem tersebut, kenaikan PPN 12% bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan memperkuat penerimaan negara serta mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah juga telah memberikan pengecualian PPN 0% untuk bahan pokok.

Adapun jenis barang dan jasa PPN 0 persen mulai 1 Januari 2025 yaitu barang meliputi beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, berbagai jenis ikan, telur ayam, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit dan bawang merah.

Kemudian jasa yang tidak dikenai PPN 12% atau 0 persen mulai Januari 2025 yaitu jasa pendidikan, layanan kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami dan pemakaian listik dan air minum.

“Jadi langkah (kenaikan PPN 12%) ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan dasar Masyarakat,” tuturnya.

Fauzi menyampaikan NasDem mendukung pelaksanaan kebijakan ini sembari meminta pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan agar tidak terjadi distorsi di pasar.Selain itu, NasDem juga mendorong adanya program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk meminimalkan dampak kenaikan tarif PPN.

“Komisi XI DPR RI akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini dan berkomitmen membuka ruang dialog dengan pemerintah serta pelaku usaha untuk memastikan kebijakan ini berjalan sesuai tujuan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat,” tuturnya Fauzi.

Karena itu, dengan rekam jejak digital yang ada, Fauzi mengingatkan PDIP untuk konsisten dengan keputusan yang telah disepakati dan tidak mempermainkan isu ini demi kepentingan politik jangkapendek.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPRdari F-PDIPDolfie Othniel Frederic Palit mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto sebetulnya dapat mengusulkan penurunan tarif pajak PPN. Dia menjelaskan ketentuan ini tertuang UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurut Pasal 7 Ayat (3) pada Bab IV, PPN rentang perubahan tarif itu berada di angka 5-15 persen.

“Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12 persen. Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5 persen sampai dengan 15 persen (bisa menurunkan maupun menaikkan), sesuai UU HPP Pasal 7 Ayat (3), pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan persetujuan DPR,” kata Dolfie dalam keterangan tertulis beberap waktu lalu.

(ory/ory)